TRENSAINS SRAGEN– Seperti biasa di setiap awal tahun Hijriah Trensains Sragen merilis Kalender Hijriah, begitu juga tahun ini, 1441 hijriah. Trensains resmi merilise kalender Hijriah pada Ahad, 22 Muharam 1441, diseting bersamaan dengan momen pengajian wali santri mid semester gasal.
Di Trensains Sragen kalender Hijriah digunakan untuk acuan ibadah dan akademik. Bisa ditemui di sudut-sudut ruang. Belum maksimal tapi sudah ada usaha dan upaya membiasakan dengan kalender hijriah sebagai identitas keislaman.
Ngomong-ngomong tentang kalender Hijriah, jadi teringat dengan wacana kalender global yang aktif diperbincangkan oleh ilmuwan muslim. Kalender Global penting diwujudkan karena merupakan simbol persatuan umat islam di seluruh dunia. Sayangnya, untuk sampai terwujudnya masih butuh upaya super ekstra.
Sambil mewujudkan mimpi kalender global, idealnya kalender hijriyah kita pakai dalam kehidupan sehari-hari; di kantor, di pesantren, di perusahaan, di pasar.
Agar tumbuh kecintaan pada kalender Islam dan hingga merasa perlu untuk mewujudkan kelender global sebagai wujud persatuan Umat Islam, perlu kiranya kita ketahui sejarah kalender hijriah ini.
Kalender Hijriah (attaqwim al Hijri) digunakan oleh umat Islam untuk kepentingan ibadah atau hari-hari penting lainnya. Di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam kalender Hijriah digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari.
Dinamakan kalender Hijriah karena tahun pertama mengacu pada momen hijrahya Nabi Muhammad SAW. ke Yatrsib (622 M). Acuan perhitungan kalender hijriah menggunakan peredaran bulan (qomariyah), berbeda dengan kalender Masehi yang menggunakan peredaran matahari (syamsiyah). Pada kalender hijriah sebuah hari/tanggal dimulai sejak terbenamnya matahari di tempat tersebut, sedangkan kalender masehi dimulai pada pukul 00.00 dini hari waktu setempat. Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata siklus sinodik bulan, memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354, 36708 hari). Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun kalender Masehi.
Kalender Pra Islam dan Kalender Era Kenabian
Pada masa pra Islam, orang Arab sudah mengenal sistem kalender berbasis campuran antara bulan dan Matahari. Peredaran bulan digunakan, dan untuk mensinkronkan dengan musim dilakukan penambahan jumlah hari (Interkalasi/Nasi’). Mereka sudah menggunakan 12 bulan dengan nama-nama yang kita kenal pada kalender Hijriah saat ini, namun belum dikenal penomoran tahun. Sebuah tahun dikenal dengan nama peristiwa penting, misalnya “tahun gajah” untuk menandai kelahiran Muhammad berbarengan dengan peristiwa penyerangan tantara gajah dari Etiopia.
Sistem penanggalan pra Islam tetap digunakan Nabi Muhammad hingga keberadaannya direvisi pada tahun ke 9 atau 10 periode Madinah . Turun surat At-Taubah ayat 36-37 yang melarang menambahkan hari (interkalasi) pada sistem penanggalan.
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah… ” (At Taubah [9]: 36-37)
Praktek Interkalasi atau Nasi’ memungkinkan kaum Quraisy menambahkan bulan ke-13 atau lebih tepatnya memperpanjang satu bulan tertentu selama 2 bulan pada setiap sekitar 3 tahun agar bulan-bulan qomariyah tersebut selaras dengan perputaran musim atau matahari. Karena itu pula, arti nama-nama bulan di dalam kalender qomariyah tersebut beberapa di antaranya menunjukkan kondisi musim. Misalnya, Rabi’ul Awwal artinya musim semi yang pertama. Ramadhan artinya musim panas.
Praktek Nasi’ ini juga disalahgunakan oleh kaum Quraisy agar memperoleh keuntungan dengan datangnya jamaah haji pada musim yang sama di tiap tahun di mana mereka bisa mengambil keuntungan perniagaan yang lebih besar. Praktek ini juga berdampak pada ketidakjelasan masa bulan-bulan Haram.
Khalifah Umar Ibn Khottob Menetapkan dan Mengoprasikan Kalender Hijriah
Hingga Nabi Muhammad dan Khalifah Abu Bakar bakar wafat belum ada penetapan tahun. Hingga pada masa Umar Ibn Khottob dimana negeri islam yang semakin luas menimbulkan berbagai persoalan administrasi. Surat menyurat antar gubernur atau penguasa daerah dengan pusat ternyata belum rapi karena tidak adanya acuan penanggalan. Masing-masing daerah menandai urusan muamalah mereka dengan sistem kalender lokal yang seringkali berbeda antara satu tempat dengan lainnya.
Diriwaytkan, Abu Musa Al-Asyári sebagai gubernur Bashroh menulis surat kepada Amirul Mukminin Umar bin Khatab yang isinya menanyakan surat-surat dari khalifah yang tidak ada tahunnya, hanya tanggal dan bulan saja, sehingga membingungkan.
Abu Musa al Asy’ari menulis kepada Umar: “Surat-surat sampai kepada kami dari Amirul Mu’minin, tetapi kami bingung bagaimana menjalankannya. Kami membaca sebuah dokumen tertanggal Sya’ban, namun kami tidak tahu ini untuk tahun yang lalu atau tahun ini.” (Syaikh Abdurrahman al Jabarti).
Melihat ada masalah, Khalifah Umar lalu mengumpulkan Majelis Khalifah (Rijal as-Syuro), yakni: Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Thalhan bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqos, Ustman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
Majelis bermusyawarah menentukan awal penghitungan kalender islam ini. Apakah akan memakai tahun milad Nabi Muhammad saw., seperti orang Nasrani. Apakah saat kematian beliau. Ataukah saat kemenangan kaum muslim pada Fath Makkah. Ataukah saat Nabi diangkat menjadi Rasul. Ataukah awal turunnya al-Qur’an. Ataukah berdasarkan momentum hijrah. Dan yang diterima usulaan yang terakhir ini.
Akhirnya, pada tahun 17 periode Madinah khalifah Umar bin Khatab menetapkan awal patokan penanggalan Islam adalah tahun di mana hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Penentuan awal patokan ini dilakukan setelah menghilangkan seluruh bulan-bulan tambahan (interkalasi) dalam periode 9 tahun. Kala itu tanggal 1 Muharram Tahun 1 Hijriah bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622 M.
Dengan ditetapkannya sistem kalender hijriyah yang memiliki tahun oleh Khalifah Umar bin Khattab, sebagian permasalahan pencatatan ini menjadi teratasi. Konon, dokumen tertua yang menggunakan sistem kalender Hijriah adalah papirus di Mesir pada tahun 22 H. Wallahu ‘Alam bis Showwab (HZ)